Saturday 5 December 2015

Di mana hendak mencari ketenangan hakiki?



     Apabila hati merasa gusar,gundah gulana,resah gelisah,tidak tenteram.Insan mula meraba raba mencari Tuhan,insan mula mencari kebahagiaan yang hakiki dalam mengharungi kehidupan yang mencabar. Mereka mula mencari erti sakinah dalam kehidupan.

     Sebenarnya,ketenangan dan ketenteraman jiwa yang sebenar tidak boleh sesiapa pun berikan melainkan hanya Allah.Hanya insan-insan yang benar-benar mendampingkan dirinya kepada Allah sahaja yang akan menikmatinya.

    Al-Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah (meninggal 751H) di dalam kitab kerohaniannya yang terkenal "Madarij al-Salikin",pernah menjelaskan:

“Di dalam jantung hati ada keserabutan yang tidak dapat dibersihkan melainkan dengan menghadap Allah, padanya ada kesunyian yang tidak dapat dihilangkan melainkan perdampingan dengan Allah, padanya ada dukacita yang tidak dapat ditanggalkan kecuali dengan kegembiraan mengenali Allah dan ketulusan berhubungan denganNya, padanya ada kegusaran yang tidak dapat ditenangkan melainkan bersama Allah dan kembali kepadaNya, padanya ada api kedukaan yang tidak dapat dipadamkan melainkan redha dengan perintah, larangan dan ketentuan Allah, menghayati kesabaran sehingga bertemuNya, padanya ada kefakiran yang tidak dapat ditampung melainkan dengan cinta dan penyerahan diri kepada Allah, sentiasa mengingatiNya, keikhlasan yang benar kepadaNya”.

Al-Quran dan al-Sunnah membimbing insan dalam mencari kebahagian yang hakiki ini. Allah S.W.T berfirman di dalam Al-Quran:

“Wahai manusia! Sesungguhnya telah datang kepada satu nasihat pengajaran dari Tuhan kamu, dan yang menjadi penawar bagi apa (penyakit-penyakit) yang ada dalam dada kamu, dan juga menjadi petunjuk serta membawa rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (QS Yunus: 57).

Nabi s.a.w pula menyebut:

“Sesiapa yang akhirat itu tujuan utamanya, maka Allah jadikan kekayaannya dalam jiwanya. Allah mudahkan segala urusannya dan dunia akan datang kepadanya dengan hina (iaitu dalam keadaan dirinya mulia). Sesiapa yang menjadikan dunia itu tujuan utamanya, maka Allah akan letakkan kefakirannya antara kedua matanya. Allah cerai beraikan urusannya, dan dunia pula tidak datang kepadanya melainkan dengan apa yang ditakdirkan untuknya (iaitu dalam keadaan dirinya hina)”. (Riwayat al-Tirmizi, dinilai hasan oleh al-Albani).

SUMBER PENAWAR BAGI KETENANGAN HATI DAN PENGHILANG KESUSAHAN YANG HAKIKI.

Setiap orang yang beriman kepada Allah Ta’ala wajib meyakini bahawa sumber ketenangan jiwa dan ketenteraman hati yang hakiki adalah dengan berzikir kepada Allah Ta’ala, membaca al-Qur’an, berdoa kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya yang maha Indah, dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

{الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ}

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tenang tenteram” (QS ar-Ra’d:28).

Ertinya: dengan berzikir kepada Allah Ta’ala segala kekacauan dan kegundahan dalam hati mereka akan hilang dan berganti dengan kegembiraan dan kesenangan[1].

Bahkan tidak ada sesuatupun yang lebih besar boleh mendatangkan ketenteraman dan kebahagiaan bagi hati manusia melebihi berzikir kepada Allah Ta’ala.

Salah seorang ulama salaf berkata, “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini”. Maka ada yang bertanya, “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia ini?” Ulama ini menjawab, “Cinta kepada Allah, merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya”[2].

Inilah makna ucapan yang masyhur dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah – semoga Allah Ta’ala merahmatinya – , “Sesungguhnya di dunia ini ada jannnah (syurga), barangsiapa yang belum masuk ke dalam syurga di dunia ini maka dia tidak akan masuk ke dalam syurga di akhirat nanti”[3].

Makna “syurga di dunia” dalam ucapan beliau ini adalah kecintaan (yang utuh) dan ma’rifah (pengetahuan yang sempurna) kepada Allah Ta’ala (dengan memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya dengan cara baik dan benar) serta selalu berzikir kepada-Nya, yang didatangi dengan perasaan tenang dan damai (ketika mendekatkan diri) kepada-Nya, serta selalu mentauhidkan (mengEsakan)-Nya dalam kecintaan, rasa takut, berharap, bertawakkal (berserah diri) dan bermuamalah, dengan menjadikan (kecintaan dan keredhaan) Allah Ta’ala satu-satunya yang mengisi dan menguasai pikiran, tekad dan kehendak seorang hamba. Inilah kenikmatan di dunia yang tiada bandingannya yang sekaligus merupakan qurratul ‘ain(penyejuk dan penyenang hati) bagi orang-orang yang mencintai dan mengenal Allah [4].

Demikian pula jalan keluar dan penyelesaian terbaik dari semua masalah yang dihadapi seseorang manusia adalah dengan bertakwa kepada Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya,

{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ}

”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah nescaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (QS. ath-Thalaaq:2-3).

Ketakwaan yang sempurna kepada Allah tidak mungkin dicapai kecuali dengan menegakkan semua amal ibadah, serta menjauhi semua perbuatan yang diharamkan dan dibenci oleh Allah Ta’ala[5].

Dalam ayat berikutnya Allah berfirman,

{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً}

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah nescaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4).

Ertinya: Allah akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya, serta menjadikan baginya jalan keluar dan penyelesaian yang segera (menyelesaikan masalah yang dihadapinya)[6].

Adapun semua bentuk zikir, wirid mahupun selawat yang tidak bersumber dari petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun banyak tersebar di dalam  masyarakat muslim, maka semua itu adalah amalan buruk dan tidak mungkin akan mendatangkan ketenangan yang hakiki bagi hati dan jiwa manusia, apatah lagi untuk dijadikan sumber penghilang kesusahan mereka. Kerana semua perbuatan tersebut termasuk bid’ah[7] yang jelas-jelas telah diperingatkan keburukannya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya semua perkara yang diada-adakan adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat, dan semua yang sesat (tempatnya) dalam neraka”[8].

Hanya amalan ibadah yang bersumber dari petunjuk al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang boleh membersihkan hati dan mensucikan jiwa manusia dari noda dosa dan maksiat yang mengotorinya, kerana dengan itulah hati dan jiwa manusia akan merasakan ketenangan dan ketenteraman.

Allah Ta’ala berfirman,

{لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ}

“Sungguh Allah telah memberi kurnia (yang besar) kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutuskan kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mensucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Rasul) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS. Ali ‘Imraan:164).

Makna firman-Nya “mensucikan (jiwa) mereka” adalah membersihkan mereka dari keburukan akhlak, kotoran jiwa dan perbuatan-perbuatan jahiliyyah, serta mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya (hidayah Allah I)[9].

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ}

“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu (al-Qur’an) dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia), dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS Yuunus:57).

Oleh kerana itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan perumpaan petunjuk dari Allah Ta’ala yang beliau bawa seperti hujan rahmat yang Allah Ta’ala turunkan dari langit, karena hujan yang turun akan menghidupkan dan menyegarkan tanah yang kering, sebagaimana petunjuk Allah Ta’ala akan menghidupkan dan menenteramkan hati manusia. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perumpaan bagi petunjuk dan ilmu yang Allah wahyukan kepadaku adalah seperti air hujan (yang baik) yang Allah turunkan ke bumi…“[10]..

Nasihat dan penutup

Tulisan ringkas ini semoga menjadi motivasi bagi kaum muslimin untuk meyakini indahnya memahami dan mengamalkan petunjuk Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang hanya dengan itulah seorang hamba dapat meraih kebahagiaan dan ketenangan jiwa yang hakiki dalam kehidupannya. AllahTa’ala berfirman,

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ}

“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan) hidup bagimu” (QS al-Anfaal:24).

Imam Ibnul Qayyim – semoga Allah Ta’ala merahmatinya – berkata, “(Ayat ini menunjukkan) bahwa kehidupan yang bermanfaat (indah) hanyalah boleh didapati dengan memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang tidak memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya maka dia tidak akan merasakan kehidupan (yang bahagia dan indah)…Maka kehidupan baik (bahagia) yang hakiki adalah kehidupan seorang yang memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya secara zahir mahupun batin”.

Sebagai penutup, ingin saya titipkan sebuah nasihat dari Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu yang berbunyi,

“Wahai saudaraku sesama muslim, waspada dan hindarilah (semua) bentuk zikir dan wirid bid’ah yang akan menjerumuskanmu ke dalam jurang syirik(menyekutukan Allah Ta’ala). Ikatlah dirimu dengan zikir (wirid) yang bersumber dari (petunjuk) Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, yang berbicara bukan dengan landasan hawa nafsu, (melainkan dari wahyu Allah Ta’ala). Dengan mengikuti (petunjuk) beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, (kita akan meraih) hidayah Allah Ta’ala dan keselamatan (di dunia dan akhirat). (Sebaliknya) dengan menyelisihi (petunjuk) beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjadikan amal perbuatan kita tertolak (tidak diterima oleh Allah Ta’ala). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan (dalam agama Islam) yang tidak sesuai dengan petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR Muslim)

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Rujukan :

[1] Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 417).

[2] Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab “Igaatsatul lahfaan” (1/72).

[3] Dinukil oleh murid beliau Ibnul Qayyim dalam kitab “al-Waabilush shayyib” (hal 69).

[4] Lihat kitab “al-Waabilush shayyib” (hal. 69).

[5] Lihat penjelasan Ibnu Rajab al-Hambali dalam “Jaami’ul uluumi wal hikam” (hal. 197).

[6] Tafsir Ibnu Katsir (4/489).

[7] Semua perbuatan yang diada-adakan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah,  yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Saw.

[8] HR Muslim (no. 867), an-Nasa-i (no. 1578) dan Ibnu Majah (no. 45).

[9] Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (1/267).

[10] HR Al Bukhari (no. 79) dan Muslim (no. 2282).


~ GP ~

 

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...